Archive for Mei 6th, 2012

“Bukan Ayah yang meninggal ?”


Ia msh bocah, masih duduk di bangku kelas 3 SD..

Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah shubuh
Bagi si anak, Shubuh merupakan sesuatu yg sulit bagi sang bocah
Namun sang bocah telah bertekad utk menjalankan shalat shubuh di masjid, Lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya?
Dibangunkan ayah? ibu? dengan alarm?…bukan!
Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan.. 😀
Semalaman anak begadang, hingga tatkala adzan berkumadang, iapun ingin segera keluar menuju masjid, Tapi…tatkala ia membuka pintu rumahnya, suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap…membuat nyalinya menjadi ciut..

Tahukah Anda, apa yg ia lakukan kemudian?
tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul tanah…
Ya…ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya
Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek, begitupula cara ia pulang dari masjid.
Bocah itu menjadikan itu sebagai kebiasaan
begadang malam, shalat shubuh mengikuti kakek2 dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah,
Tak ada org tuanya yg tahu, selain hanya melihat sang bocah lbh banyak tidur di siang hari daripada bermain. Dan ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam.

Hingga suatu kali…
Terdengar kabar olehnya, kakek2 itu meninggal. Sontak, si bocah menangis sesenggukan….
Sang ayah heran…”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu…bukan siapa-siapa kamu!”
Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata,
“dia bukan ayah yang meninggal?”
“A’udzu billah…, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.
Si bocah berkata, “Ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakku ke masjid. ..Sementara kakek itu….setiap pagi saya biasa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Shubuh.”
ALLAHU AKBAR! Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya.
Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya…
“Robbana hablanaa min azwaajina
wa zurriyyatinaa qurrota a’yun waj’alna lil muttaqiina
imaama..”

Sumber :: muslim.com

Kisah Nyata – Jangan Mengeluh-


Bismillaahirrahmaanirraahiim..

Alkisah, ada seorang bangsawan kaya raya yang tinggal di sebuah daerah padang rumput yang luas. Suatu hari, karena ternak yang dipunyainya semakin banyak, sang bangsawan memilih 2 orang anak muda dari keluarga yang miskin untuk dipekerjakan. Yang berbadan tinggi dan tegap dipekerjakan sebagai pengurus kuda. Sedangkan yang berbadan kurus dan lebih kecil dipekerjakan sebagai pengurus ternak kambingnya.

Setelah beberapa saat, si badan tegap dengan arogan berkata kepada si badan kecil: “Hai sobat. Aku lebih besar badannya dari badanmu. Aku juga lebih tua darimu. Mulai besok, kita bertukartempat. Aku memilih untuk mengurus kambing. Dan kamu menggantikan aku mengurus kuda. Awas kalau tidak mau! Dan awas ya, jangan laporkan masalah ini ke tuan kita! Kalau kamu berani lapor atau menolak, tahu sendiri akibatnya! Aku habisi badan kecilmu itu!”

Sore hari, dengan muka murung dan langkah gontai dia pulang ke rumah. Sesampai di rumah, melihat muka murung dan kegalauan anaknya, si ibu bertanya: “Nak, ada apa? Ada masalah apa? Coba ceritakan ke ibu”.
Dengan kasih sayang dan kelembutan, mereka berbincang saat makan malam.
Si anak pun menceritakan peristiwa yang tadi terjadi. Dengan bersungut-sungut si anak melanjutkan: “Sungguh tidak adil kan, Bu. Dia mengancam dan memaksa aku untuk mengurus kuda-kuda liar. Dia yang berbadan besar memilih mengurus kambing. Badanku kecil begini, bagaimana aku bisa mengejar-ngejar kuda yang begitu besar. Aduuuh Bu… sungguh jelek nasibku.”
Sambil menunduk lesu dia menghabiskan santap malamnya.
Si ibu dengan senyum bijak berkata, “Nak. Semua masalah pasti ada hikmahnya. Syukuri, hadapi, dan terima dengan besar hati. Tidak usah memusuhi dan membenci temanmu itu. Ibu percaya, semua kesulitan yang akan kamu hadapi, jika kamu mampu belajar dan kerja keras, pasti akan membuatmu menjadi kuat dan bermanfaat untuk masa depanmu.”

Sejak saat itu, si anak kurus itu dengan susah payah setiap hari bergelut dengan pekerjaan mengurus kuda-kuda yang bertubuh tegap, besar, dan masih liar. Dia harus jatuh bangun mengejar mereka, kadang terkena tendangan, bahkan pernah terinjak hingga terluka parah. Dari hari ke hari keahlian dan kemampuannya menguasai kuda-kuda pun semakin membaik. Tidak terasa, tubuhnya pun berkembang menjadi tinggi, tegap dan perkasa.
Hingga suatu hari, terjadi pecah perang antarnegara. Kerajaan membutuhkan prajurit pasukan berkuda. Dan si pemuda pun terpilih sebagai pemimpin pasukan berkuda karena kepiawaiannya mengendalikan kuda-kuda.
Di kemudian hari, si pemuda berhasil memimpin dan memenangkan perang yang dipercayakan kepadanya dan dikenal banyak orang karena kebesaran namanya. Dia adalah pemimpin bangsa mongol yang tersohor, bernama: Genghis Khan.

Sahabat yang berbahagia,
Dalam putaran kehidupan sering kali kita dihadapkan pada keadaan yang sepertinya membuat kita dirugikan, menderita, dan kita pun tidak berdaya kecuali harus menerimanya. Kalau kita larut dalam kekecewaan, marah, emosi,pasti kita sendiri yang akan bertambah menderita.
Lebih baik kita anggap ketidaknyamanan sebagai latihan mental dan kesabaran. Mari berjiwa besar dengan tetap melakukan aktivitas yang positif, sehingga sampai suatu nanti pasti perubahan lebih baik, lebih luar biasa akan kita nikmati!
Salam sukses, Luar Biasa!

Penulis : Andrie Wongso

Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam Merindui Umat Akhir Zaman


Suasana di majelis pertemuan itu hening sejenak. Semua yang hadirdiam membatu. Mereka seperti sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi Saidina Abu Bakar.Itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihi melafazkan pengakuan demikian.
Seulas senyuman yang sedia terukir dibibirnya pun terungkai. Wajahnya yang tenang berubah warna. “Apakah maksudmu berkata demikian wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudara mu?” Saidina AbuBakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mula menyerabut fikiran.
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabat ku tetapi bukan saudara-saudara ku (ikhwan),” suara Rasulullah bernada rendah.
“Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.Rasulullah menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian baginda bersuara:
“Saudaraku ialah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku sebagai Rasul Allah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka.”
Pada ketika yang lain pula, Rasulullah menceritakan tentang keimanan ‘ikhwan’ baginda:”Siapakah yang paling ajaib imannya?” tanya Rasulullah.”Malaikat,” jawab sahabat.
“Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka sentiasa hampir dengan Allah,” jelas Rasulullah. Para sahabat terdiam seketika. Kemudian mereka berkata lagi,”Para nabi.” “Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu diturunkan kepada mereka.”
“Mungkin kami,” celah seorang sahabat. “Bagaimana kamu tidak beriman sedangkan aku berada ditengah-tengah kau,” pintas Rasulullah menyangkal hujah sahabatnya itu.”Kalau begitu, hanya Allah dan RasulNYA sahaja yang lebih mengetahui,” jawab seorang sahabat lagi, mengakui kelemahan mereka.
“Kalau kamu ingin tahu siapa mereka? Mereka ialah umatku yang hidup selepasku. Mereka membaca Al Qur’an dan beriman dengan semua isinya. Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman denganku.Dan tujuh kali lebih berbahagia orang yang beriman denganku tetapi tidak pernah berjumpa denganku,” jelas Rasulullah.
“Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah seketika membisu. Ada berbaur kesayuan pada ucapannya itu.

..Bukan jarak dan masa yang menjadi ukuran. Bukan bertemu wajah itu syarat untuk membuahkan cinta yang suci. Pengorbanan dan kesungguhan untuk mendambakan diri menjadi kekasihNYA , diukur pada hati dan buktikan dengan kesungguhan melakukan perintahNYA serta Sunnah Baginda kita..
Pada kita yang bersungguh-sungguh mau menjadi kekasih Allah, wajarlah bagi kita untuk mengikis cinta-cinta yang lain. Cinta yang dapat merenggangkan hubungan hati kita dengan Rasulullah.

Saudara/i.ku… Mari kita berdamai.. :)


“… maka adakanlah perdamaian di antara saudara-saudara mu,
dan takutlah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (al-Hujurat:10)

Dalam salah satu hadisnya Rasulullah s.a.w. pernah menjelaskan tentang
keutamaan mendamaikan ini, serta bahayanya pertentangan dan perpisahan. Sabda Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam ::
“Maukah kamu saya tunjukkan suatu perbuatan yang lebih utama daripada tingkatan keutamaan
sholat, puasa dan sedekah? Mereka menjawab: Baiklah ya Rasulullah! Maka bersabdalah
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam :: yaitu mendamaikan persengketaan yang sedang terjadi; sebab kerusakan karena persengketaan berarti
menggundul, saya tidak mengatakan
menggundul rambut, tetapi menggundul
agama.” (Riwayat
Tarmizi dan lain-lain)